Tuesday, 19 November 2013

Nothing Else Matters : Lagu Cinta, Jiwa Sang Legenda


Salah satu band metal asal Amerika Serikat, Metallica, pernah merilis album yang didalamnya terdapat lagu yang berjudul Nothing Else Matters. Dari judulnya saja bisa diartikan “tidak ada hal lain yang penting”, dan memberi kesan bahwa sepertinya lagu ini memiliki makna lirik yang sedikit galau. Siapa sangka, band metal yang biasanya membawakan lagu-lagu dengan musik yang keras ini juga mampu melahirkan lagu yang slow dan bermakna dalam. Dirilis pada tahun 1992, tepatnya di era 90-an, dimana memang sedang marak-maraknya musik rock. Metallica sendiri tidak melewatkan kesempatan untuk membuat lagu yang lebih condong ke arah slow rock, apalagi melihat penikmat musik kala itu memang tidak seluruhnya benar-benar tertarik pada musik rock yang keras seperti heavy metal atau trash metal yang biasanya dimainkan dan merupakan ciri khas dari band Metallica sendiri. Ditambah dengan persaingan pasaran musik dengan band-band beraliran rock lain yang banyak menghadirkan banyak lagu-lagu slow rock pada era tersebut.

Dalam album yang bertajuk Black Album tersebut, lagu Nothing Else Matters memang terbilang mencolok karena terkesan berbeda dengan lagu-lagu lainnya. Walaupun terdapat lagu lain yang termasuk dalam genre slow rock dalam album tersebut, yaitu  The Unforgiven, namun Nothing Else Matters lebih disukai oleh para pendengar musik, terutama para fans Metallica, mungkin karena kisah dan makna, serta kata-kata yang terkandung dalam liriknya. Dengan bahasa yang mudah  dan bermakna, lagu ini ditulis oleh penyanyi sekaligus gitaris ritme dari Metallica, James Hetfield, ini berawal dari kejadian dimana Hetfield sedang menelpon pacarnya kala itu, sambil memetik 4 senar pada chord E-minor lepas, sehingga terambillah nada dari 4 senar tersebut sebagai intro lagu. Kunci-kunci minor seperti ini memang sering digunakan di dalam lagu-lagu Metallica, dilengkapi dengan metode yang khas yaitu petikan akustik di awal lagu, sangat menunjukkan bahwa ini adalah ciri khas dari lagu-lagu Metallica. Lirik awal yang berbunyi, “So close no matter how far”, juga didedikasikan Hetfield bagi pacarnya itu, yang menunjukkan ikatan hubungan mereka seberapa jauh pun Hetfield sedang tur. Lagu ini lebih condong ke kisah cinta, dengan perjuangan dan tekad. Hal tersebut digambarkan secara jelas dalam lirik dan musik, khususnya dalam pengembangan nada instrumen-instrumen yang ada dari awal hingga akhir lagu. Berbeda dengan album-album sebelumnya yang mengangkat tema perang, keadilan, dan kemanusiaan seperti album Justice For All dan Master of Puppets.


Sebagai legenda, Metallica masih eksis di kalangan pecinta musik rock, terutama pecinta rock era 80-90an. Karya-karyanya merupakan masterpiece, Nothing Else Matters adalah salah satunya. Pada saat konsernya di Gelora Bung Karno (GBK) bulan Agustus 2013 lalu, ditengah-tengah sejejeran lagu metal yang “keras”, lalu Hetfield memimpin bandnya itu untuk melantunkan Nothing Else Matters. Atmosfer di GBK saat itu pun seketika berubah. Dari gaya headbanging dan lompat-lompat serta membuka kaos, para fans Metallica langsung luluh mendengar petikan 4 senar kunci E-minor yang dimainkan Kirk Hammet, sang gitaris. Seluruh isi GBK pun ikut bernyanyi melantunkan lirik dalam tersebut bersama Hetfield. Bahkan pada akhir konser banyak yang meng-share tulisan di twitter maupun facebook fan page Metallica dan mengaku bahwa mereka (para fans yang menonton di GBK waktu itu) sampai menitikan air mata saat lagu itu berkumandang. Lagu ini semacam jiwa dari sang legenda, Metallica. Band beranggotakan 4 orang ini berhasil menghidupkan dan memberi jiwa pada musik rock, sampai masih eksis saja di zaman sekarang, dengan usia Nothing Else Matters sendiri yang sudah mencapai 21 tahun.

Monday, 18 November 2013

Review Tanah Surga… Katanya : Nasionalisme Bangsa di Perbatasan

Judul                 : Tanah Surga… Katanya
Produser  Bustal Nawawi, Deddy Mizwar, Gatot Brajamusti
Sutradara : Herwin Novianto
Pemeran   : Osa Aji SantosoFuad Idris,Ence Bagus, Astri Nurdin, Tissa Biani Azzahra, Ringgo Agus Rahman, Andre Dimas Apri






Indonesia sepertinya sedang zaman-zamannya memproduksi film dalam negeri yang bertemakan kebangsaan. Seperti halnya film Nagabonar Jadi 2 dan Alangkah Lucunya (Negeri Ini),Tanah Surga… Katanya yang juga diproduseri oleh Deddy Mizwar ini masih mampu bersaing di pasaran di tengah-tengah arus maraknya film serupa. Dengan latar yang bercerita tentang kehidupan masyarakat Kalimantan di perbatasan Indonesia- Malaysia, film yang disutradarai oleh Herwin Novianto ini cukup menarik, terutama di bagian penekanan inti dari film ini sendiri, yaitu semangat kebangsaan atau nasionalisme. Hal seperti ini memang sedang dibutuhkan masyarakat Indonesia agar sadar akan bangsa ini. Dan penyajian dalam bentuk film seperti ini sangat membantu karena lebih menarik untuk dilihat dan dipelajari orang.

Tanah Surga... Katanya bercerita tentang kehidupan di perbatasan Kalimantan-Serawak, bagaimana pendidikan dan nasionalisme masyarakat setempat yang terpengaruh dengan letak geografis yang berdekatan dengan negara orang, serta merupakan tempat terpencil yang sulit dijangkau. Di film ini dikisahkan seorang kakek bernama Hasyim (Fuad Idris) yangmerupakan mantan pejuang dan memiliki nasionalisme tinggi dan sangat cinta pada ibu pertiwi, namun memiliki anak, Haris (Ence Bagus), yang malah lebih berkiblat ke negeri sebelah karena sudah mapan berdagang di Malaysia. Beruntung 2 cucu Hasyim yang sering diceritakan tentang perjuangan bangsa oleh kakeknya itu, menjadi nasionalis juga. Namun Haris dengan nasibnya yang bagus di Malaysia berniat mengajak ayah dan kedua anaknya pindah ke Malaysia. Hasyim menolak dan membuat Salman (Osa Aji Santoso), putra Haris, dilema karenaia ingin bersama kakeknya. Akhirnya Haris hanya membawa putrinya, Salina (Tissani Biani Azzahra), pindah ke Malaysia. Di beberapa adegan film diperlihatkan kecintaan yang dalamterhadap tanah air, misalnya di saat Salman, rela menukarkan sarung yang baru dibelinya dengan bendera merah-putih usang yang dipakai pedagang di Malaysia untuk membungkus dagangannya.

Film ini sedikit mirip dengan film Laskar Pelangi. Yaitu di bagian dimana dijelaskan bahwa pendidikan yang ada memiliki banyak keterbatasan, baik fasilitas, maupun tenaga mengajar.Kesamaan juga ditemui pada salah satu penyebab adanya keterbatasan tersebut, yaitu karena desa yang ada dalam kisah ini merupakan desa terpencil dan sulit dijangkau. Dalam Tanah Surga... Katanya, diperlihatkan adanya 2 angkatan yaitu kelas 3 dan 4 SD dalam 1 ruangan kelas dimana hanya terdapat 1 orang guru, yaitu Ibu Astuti (Astri Nurdin). Dalam film ini diperlihatkan bahwa murid-murid yang ada di ruang kelas tersebut bahkan tidak mengetahui bagaimana bentuk bendera merah-putih yang benar. Lagu kebangsaan Indonesia Raya pun mereka tidak tahu karena sudah setahun mereka tidak bersekolah sebelum Ibu Astuti datang mengajar. Hal ini merupakan gambaran betapa mirisnya nasib bangsa, ditambah lagi dengan mata uang yang dipakai di desa itu adalah ringgit, bukan rupiah. Sungguh menggambarkan kurang kentalnya identitas bangsa di daerah itu, daerah terpelosok  yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah pula. Ada pun adegan yang menceritakan bahwa ada kunjungan pejabat ke desa itu. Si pejabat (Deddy Mizwar) yang mulanya mau memberikan tambahan fasilitas bagi sekolah Salman, menarik kembali niatnya hanya karena mendengar puisi karagan Salman yang berbunyi,
Bukan lautan hanya kolam susu .. katanya.
Tapi kata kakekku, hanya orang-orang kaya yang bisa minum susu.
 
Kail dan jala cukup menghidupimu, tiada badai tiada topan kau temui .. katanya.
Tapi kata kakekku, ikannya diambil nelayan-nelayan asing.
 
Ikan dan udang datang menghampirimu .. katanya.
Tapi kata kakekku, ssstt.. ada udang di balik batu.
 
Orang bilang tanah kita tanah surga .. katanya.
Tapi kata dokter intel, yang punya surga cuma pejabat-pejabat.
 
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman .. katanya.
Tapi kata dokter intel, kayu-kayu kita dijual ke negara tetangga.
 
Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman .. katanya.
Tapi kata kakekku, belum semua rakyatnya sejahtera, banyak pejabat yg menjual kayu dan batu untuk membangun surganya sendiri”.
Puisi tersebut rupanya menyinggung perasaan si pejabat dan akhirnya membatalkan bantuan yang tadinya akan diberikan si pejabat. Bagaimana nasib sekolah di desa itu apabila sumber bantuannya saja tidak memiliki rasa nasionalisme dan kebangsaan yang cukup?

Film ini tergolong bagus dan bisa menyadarkan penonton akan semangat kebangsaan dan nasionalisme. Dengan ceritanya yang benar-benar menunjukkan dengan jelas bagaimana kehidupan penduduk Indonesia yang ada di perbatasan, ditunjukkan bahwa masih banyak penduduk di desa-desa yang kurang diperhatikan, padahal mereka membutuhkan perhatian lebih, terlebih dalam pendidikan kewarganegaraan supaya mereka bisa lebih mengenal Indonesia sebagai tanah air mereka. Ditambah lagi dengan banyak terjadi krisis identitas seperti Haris yang berniat untuk pindah kewarganegaraan menjadi warga negara Malaysia. Namun dalam penyampaian pesan dari film ini sendiri, tetap terdapat unsur-unsur menarik dalam film supaya penonton tertarik. Contohnya saja terdapat beberapa unsur komedi, serta adanya kisah cinta antara Ibu Astuti dan Dokter Anwar (Ringgo Agus Rahman). Selain itu, akhir ceritanya pun baik, dimana ditekankan kembali pesan dari film ini, yaitu pada adegan saat Hasyim sekarat, Harris yang ada di Malaysia malah sedang menonton pertandingan sepak bola antara Indonesia-Malaysia, dan ia mendukung tim Malaysia. Lalu pada detik-detik wafatnya, Hasyim berpesan pada Salman,
"Apapun yang terjadi, jangan sampai kamu kehilangan rasa cinta pada negeri ini."


Tuesday, 22 October 2013

Independensi Pers Kurang, Gugat Pers atau Pemerintah?

Pada puncak Hari Pers Nasional di Manado pada 11 Februari lalu, terdapat beberapa tokoh yang mempersoalkan hubungan independensi pers dengan campur tangan pemilik. Contohnya saja Bung Margiono selaku Ketua Umum PWI. Selain Bung Margiono, ada pula Menteri Tifatul Sembiring yang juga mempersoalkan hal yang sama sehubungan dengan independensi pers. Di sisi lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato kepada pemilik dan manajemen media sebagai gugatan atas profesionalisme dan independensi pers. Padahal seharusnya gugatan tersebut tidak hanya ditujukan pada media, melainkan kepada negara, regulator media dan pemerintah.

Media di Indonesia tergolong elitis, dan yang paling elit yaitu media cetak. Jumlah media cetak di Indonesia adalah 1.324 buah dan masih tergolong sangat kecil. Jauh dari standar minimal UNESCO antara media cetak dan penduduk yakni 1:10. Di Indonesia, penyebaran media serupa juga dilakukan dengan internet. Walaupun pemakaian internet tumbuh pesat, namun di Indonesia penetrasinya hanya 24,23%. Presentase tersebut masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan penetrasi pemakaian internet di negara maju yang mencapai lebih dari 70%. Sama halnya dengan stasiun televisi yang baru menjangkau 78% penduduk, dimana hanya 67% diantaranya yang memiliki akses.

Salah satu regulasi media yang terdapat di negara demoratis, yaitu media yang tidak menggunakan wilayah publik atau frekuensi. Media semacam ini memiliki pengaturan sendiri oleh penerbit dan organisasi pers. Adapun beberapa hal tentang pers di Indonesia yaitu terjaganya kemerdekaan pers, peningkatan kualitas wartawan, serta penyelesaian sengketa terkait pers, merupakan tugas dari Dewan Pers Indonesia. Namun hal-hal yang dilakukan dewan Pers tersebut masih dinilai kurang beberapa pihak.

Selain itu ada pula media yang menggunakan wilayah publik atau frekuensi, contohnya radio dan televisi. Pengaturan dari media semacam ini ketat. Namun yang terjadi adalah isinya relatif seragam dan terjadi pemusatan kepemilikan. Di Indonesia terdapat regulator utama dunia penyiaran yang disebut Komisi  Penyiaran Indonesia (KPI). Menyangkut persoalan isi, KPI telah memberi banyak sanksi. Namun untuk independensi KPI harus lebih tegas dan menjaga media tetap netral saat pemilu nanti.

Introspeksi oleh pers Indonesia dan peningkatan peran regulator perlu dilakukan dengan adanya pelanggaran pernyataan pemerintah bahwa seseorang atau badan hukum hanya boleh memiliki paling banyak 2 stasiun televisi berbeda di 2 provinsi berbeda.

Tuesday, 8 October 2013

Jakarta, Kota Besar Asal Indonesia

Jakarta merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Jakarta sendiri juga adalah ibukota provinsi DKI Jakarta sekaligus ibukota negara Indonesia. Tidak seperti kota-kota besar di negara lain, Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia memiliki 2 peran penting yang menonjol, yaitu sebagai pusat pemerintahan sekaligus merangkap menjadi pusat perekonomian. Sebagai pusat pemerintahan negara, Jakarta memiliki ciri umum yang kasat mata seperti tersebarnya bangunan-bangunan penting yang berhubungan dengan pemerintahan antara lain Istana Merdeka, gedung MPR/DPR, serta banyak terdapat gedung-gedung kedutaan besar berbagai negara. Sedangkan sebagai pusat perekonomian, Jakarta memiliki ciri yang cukup menonjol dan sangat berbeda dengan kota-kota lain. Ciri-cirinya antara lain banyaknya pusat perbelanjaan mulai dari pasar tradisional, supermarket, serta yang paling menonjol yaitu tersebarnya banyak mall (shopping center) di seluruh kawasan di kota Jakarta. Selain itu, banyaknya gedung-gedung perkantoran yang ada di mana-mana menunjukkan bahwa lapangan pekerjaan di bidang perkantoran di Jakarta cukup banyak dan luas.

Jakarta sebagai kota yang menjadi pusat perhatian dari Indonesia sendiri ini memiliki latar belakang sejarah yang cukup menarik. Mulai dari zaman kerajaan ketika nama Jakarta dahulu adalah Sunda Kelapa. Lalu masuk ke zaman penjajahan Belanda dan nama Sunda Kelapa diganti dengan nama Batavia yang konon sering disebut Betawi oleh masyarakat Indonesia dikarenakan sulit untuk mengucap Batavia. Selanjutnya nama Batavia berubah menjadi Jayakarta, dan sekarang akhirnya disebut dengan Jakarta.

Ada pula beberapa persamaan dan perbedaan antara kota Jakarta dengan kota besar lainnya yang terdapat di Indonesia. Beberapa persamaan yang ada yaitu banyaknya penduduk, terutama Jakarta dengan kota-kota besar lain, khususnya yang berada di pulau jawa, karena sensus menunjukkan bahwa proposi penduduk terbesar di Indonesia terdapat di Pulau Jawa. Lalu ada pula kesamaan dalam kebudayaan. Hal ini dikarenakan negara Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa dan budaya, lalu di Jakarta ada banyak orang-orang perantau dari daerah sehingga semuanya bertemu di satu tempat. Namun ada pula perbedaan antara Kota Jakarta dengan beberapa kota besar lain yang ada di Indonesia. Perbedaannya antara lain ramai dan padatnya lalu lintas di Jakarta dimana bisa terjadi kemacetan yang sangat parah, jam buka tempat-tempat umum yang cenderung lebih lama di Jakarta seperti mall, supermarket, peraturan lalu lintas yang lebih beragam seperti pencanangan menggunakan sabuk pengaman dan 3 in 1 untuk mobil, dan lain-lain.

Namun dengan banyaknya hal baik yang menarik dari kota Jakarta, masih ada pula kekurangan-kekurangan signifikan yang dialami Kota Jakarta. Contohnya yaitu kesenjangan sosial dan ekonomi yang cukup tinggi. Tapi apa yang bisa membuat hal itu terjadi? Kesenjangan sosial dan ekonomi yang terjadi di Jakarta kurang lebih sama dengan kasus di kota-kota lain, dimana hal tersebut disebabkan karena makin mendominasinya para pemilik modal, yaitu pihak-pihak yang memiliki kekayaan berlebih dan kuasa,, lalu secara sengaja maupun tidak telah menggeser para kaum yang kurang beruntung.

Secara umum, Jakarta sebagai titik pusat dari seluruh Indonesia telah membuat berbagai kalangan kagum dan takjub akan kehebatannya dan kemajuannya dalam pembangunan. Namun tetap saja masih ada beberapa aspek yang masih memprihatinkan, terutama di bidang ekonomi dan sosial. Sebagai kota yang menjadi pusat perhatian, sudah sepatutnya Jakarta menjadi contoh dan panutan yang baik bagi kota-kota lain yang ada di Indonesia.

Monday, 23 September 2013

Mengapa Komunikasi? #BRIDGINGCOURSE

Nama saya Nathasha. Saya adalah mahasiswi baru di jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada 2013. Sebelum saya masuk komunikasi Universitas Gadjah Mada, saya sudah diterima di jurusan lain di universitas lain. Namun saya terus berpikir untuk masa depan. Dan akhirnya saya memutuskan untuk masuk jurusan Ilmu Komunikasi. Mengapa saya pilih komunikasi? Padahal saat mendaftar ke Universitas Gadjah Mada, terdapat banyak pilihan jurusan. Saya memilih masuk jurusan Ilmu Komunikasi karena saya pikir Ilmu Komunikasi sangat bagus untuk prospek ke depannya. Komunikasi merupakan ilmu yang sangat luas jangkauannya dan lulusan komunikasi biasanya mudah mendapat pekerjaan karena di dalam Ilmu Komunikasi kita akan mendapatkan berbagai mata kuliah dan pengetahuan yang biasanya bersifat umum sehingga cocok dan bisa dikaitkan dengan berbagai bidang, dan hal itu sangat berguna apabila kita sudah lulus, khususnya saat mencari pekerjaan.
Apa itu Ilmu Komunikasi? Ilmu Komunikasi adalah salah satu jurusan yang terdapat di berbagai universitas, baik swasta maupun negeri. Komunikasi sendiri berhubungan dengan ilmu sosial dasar, sampai ilmu terapan seperti public speaking, jurnalistik, dan lain sebagainya. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak jauh dari komunikasi terhadap sesama maupun lingkungan sekitar. Dari situ bisa kita sadari pentingnya komunikasi secara umum dan mendasar. Namun mengapa komunikasi perlu dipelajari lagi di perguruan tinggi, padahal komunikasi sendiri selalu kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari?
Setiap ilmu memiliki cabang. Komunikasi sendiri memiliki beberapa ilmu terapan yang tidak semua bisa kita dapatkan dan sadari dalam kehidupan sehari-hari sebagai makhluk sosial. Selain itu, di jurusan Ilmu Komunikasi juga mempelajari ilmu itu sendiri secara teoritis dan praktik, serta mempelajarinya juga dari yang paling dasar serta terstruktur. Dengan begitu, mahasiswa komunikasi akan mengetahui banyak hal penting dari komunikasi yang tidak kentara dari komunikasi mulai yang paling dasar seperti interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Ilmu Komunikasi juga diajarkan cara-cara berkomunikasi yang baik dan benar seperti cara menulis, jurnalistik, bagaimana cara-cara pengkajian berita yang baik, dan lain sebagainya.
Program Ilmu Komunikasi di setiap universitas memang berbeda-beda. Salah satu hal yang benar-benar terlihat perbedaannya yaitu Ilmu Komunikasi yang berada di universitas negeri dan universitas swasta. Di universitas swasta, Ilmu Komunikasi biasanya lebih menekankan khusus mengenai ilmu komunikasi itu sendiri. Sedangkan di universitas negeri seperti  Universitas Gadjah Mada, jurusan Ilmu Komunikasi berada dalam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol). Oleh karena itu, di universitas negeri biasanya jurusan Ilmu Komunikasi juga mempelajari ilmu politik serta komunikasi yang berkecimpung dalam politik itu sendiri. Mata kuliah politik yang ada di jurusan Ilmu Komunikasi di universitas negeri tidak hanya bertujuan untuk membuat para mahasiswa mempelajari politik itu sebagai dasar komunikasi yang berkaitan dengan pengkajian politik di media ataupun lainnya, namun pelajaran politik yang didapat para mahasiswa dalam mata kuliah politik juga baik dan berguna bagi moral dan pengetahuan mahasiswa sebagai penerus bangsa. Ilmu politik yang diberikan ditujukan sebagai tuntunan dan pengetahuan dasar dalam pengkajian ilmu lain seperti dalam penulisan, jurnalistik, media (seperti siaran berita di televisi, berita-berita di koran, dan lain sebagainya). Apabila dasarnya sudah kita dapatkan, maka akan lebih mudah dalam mengkajinya dalam ilmu lain yang berkaitan.

Selain mata kuliah yang didapat dalam Ilmu Komunikasi yang beragam, menarik, dan bermanfaat, ada pula kelebihan lain yang kita dapatkan dan rasakan sebagai mahasiswa-mahasiswi komunikasi. Apa itu? Salah satunya yaitu pertemanan, kekeluargaan, serta banyaknya relasi yang didapat ketika masuk dalam keluarga besar komunikasi.