Senin 12 Mei 2014, kami
mahasiswa-mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi UGM melakukan kunjungan ke Solo.
Berkaitan dengan mata kuliah kami yaitu Sejarah Ilmu Komunikasi dan Media, kami
memiliki dua destinasi dalam rangkaian study
tour ini. Tempat pertama yang kami kunjungi di Solo adalah Lokananta.
Setelah Lokananta, kami melanjutkan kunjungan ke Monumen Pers.
Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah
Lokananta. Lokananta adalah perusahaan rekaman tertua di Indonesia. Berangkat
dari berbagai macam rekaman seperti pidato sampai lagu, Lokananta masih berdiri
hingga kini sebagai perusahaan rekaman. Lokananta bisa dikatakan sarana yang
dapat menyatukan dan menghubungkan Indonesia. Berbagai daerah di Indonesia bisa
saling menjangkau dan mengenal kebudayaan satu sama lain salah satu alasannya
karena keberadaan Lokananta ini. Dalam kunjungan ke Lokananta, dijelaskan
seputar sejarah dari Lokananta sendiri.
Berawal dari para sesepuh yang memiliki
keinginan untuk menyatukan kesenian-kesenian yang tersebar sehingga bisa
dinikmati oleh orang-orang se-Indonesia. Lokananta lahir secara resmi pada
tanggal 28 Oktober 1956. Tujuan utama didirikannya Lokananta ini sebenarnya
mentranskrip berita RRI dari RRI pusat, lalu digandakan menggunakan piringan
hitam dan kemudian didistribusikan ke RRI per daerah. Lalu pada tahun 1960-an,
kegiatan yang dilakukan Lokananta berkembang. Tidak hanya mensuplai siaran RRI,
Lokananta sudah mulai mendapat hak untuk mengkomersialkan produk rekaman. Saat
itu Lokananta berada di bawah Departemen Penerangan.
Seiring dengan perkembangan zaman,
piringan hitam mulai berkurang kepopuleran dan eksistensinya. Hingga pada tahun
1972, Lokananta tidak lagi memproduksi piringan hitam. Produksi rekaman
Lokananta sudah beralih ke bentuk kaset. Perkembangan Lokananta kembali
terlihat pada tahun 1980-an, dimana pemerintah memberi kewenangan untuk
mengkomersialisasikan video dengan berbagai format.
Kesulitan juga pernah dialami oleh
Lokananta, yaitu pada tahun 1998, disaat Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
membubarkan Departemen Penerangan. Lokananta yang berada di bawah Departemen
Penerangan pun akhirnya dilikuidasi sampai dengan tahun 2001. Setelah itu
Lokananta resmi menjadi bagian dari Perum Percetakan Negara pada tahun 2004.
Namun kegiatan di bidang percetakan hingga saat ini masih dalam proses. Kala
itu Lokananta memiliki visi yaitu sebagai pusat multimedia Indonesia bagian
Surakarta.
Pada tahun 1970-1980an baru ada studio di
Lokananta. Musisi pertama yang melakukan rekaman di Lokananta adalah Upit
Sarimanah, penyanyi asal Sunda. Fungsi adanya studio di lokananta yaitu untuk
mengisi materi, visi dan misi kebudayaan, serta rekaman seniman-seniman musik
seperti Waldjinah, Gesang, dan lain-lain. Dulu, untuk memproduksi suatu
rekaman, Lokananta mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Lokananta dalam sejarahnya juga memiliki
pencapaian atau prestasi. Pencapaian tersebut antara lain pencetakan lagu
Indonesia Raya untuk pertama kali dilakukan di Lokananta, selain itu ada pula
pidato-pidato Bung Karno yang juga disimpan sebagai arsip hingga kini. Di era
yang modern ini, Lokananta juga dipakai rekaman oleh beberapa seniman ternama
masa kini seperti Glen Fredley, White Shoes, dan lain-lain. Format rekaman yang
diproduksi pun bisa audio maupun video.
Karena berhubungan dengan sejarah-sejarah
bangsa, Lokananta menyimpan beberapa arsip nasional. Namun karena sebagian
besar adalah bentuk visual, maka Lokananta hanya menyimpan. Lokananta yang dulu
dan sekarang pun berbeda. Dahulu Lokananta berada di bawah Departemen
Penerangan, namun sekarang sudah BUMN. Misalnya saja gedungnya. Dulu Gedung
Lokananta pernah 10 tahun tidak beroperasi, lalu mendapatkan subsidi untuk
renovasi dan lain sebagainya. Dalam hal persaingan dengan studio lain,
Lokananta memiliki perbedaan tersendiri dan dapat diakui sebagai keunggulan.
Lokananta memiliki mixer yang berbeda dengan studio-studio lain.
Di Lokananta juga ada kegiatan re-mastering. Re-mastering adalah kegiatan
merekam ulang rekaman master ke dalam bentuk digital. Kegiatan ini
dilakukan untuk rekaman siaran RRI terdahulu. Tujuan dilakukannya re-mastering yaitu agar rekaman siaran lama yang
masih berupa vinyl atau piringan hitam tidak rusak dimakan
usia. Semua rekaman siaran berupa piringan hitam diambil dari semua RRI
se-Indonesia, lalu dikumpulkan di RRI pusat, dan disimpan di Lokananta. Sejak
tahun 2004, penyimpanan ini terasa tidak terlalu optimal. Oleh karena itu lah master secepatnya digitalkan lewat proses re-mastering supaya tidak rusak. Proses re-mastering ini dilakukan sejak 2004-2007.
Saat ini proses ini sudah mencapai 95%, 5% sisanya hanya proses perapian saja.
Cara re-mastering yaitu petugas harus
mendengarkan ulang rekaman, lalu mendigitalisasikan dari bentuk piringan hitam
atau pita kaset menjadi digital. Selama proses re-mastering ini, sudah ada sekitar 5000-an master yang didigitalisasikan.
Bangunan dari Lokananta sendiri
disesuaikan dengan fungsinya. Misalnya saja ruangan studio yang cukup besar
memakai bahan dinding yang kedap suara. Arsitektur dan desain ruangan studio
juga kreatfi dengan adanya kayu dan bahan-bahan berbentuk kotak serta lingkaran
yang menempel di dinding. Hal ini dikarenakan pantulan suara pada sudut 90
derajat lebih baik daripada pada permukaan yang datar. Selain itu design
keseluruhan bangunan masih seperti bangunan lama. Hal ini mendukung esensi khas
pada Lokananta.